Laksana urat nadi, Sungai Musi adalah darah kehidupan masyarakat di Kota Palembang. Dari bengawan inilah peradaban terbentuk; kota yang dijuluki Venesia dari timur ini terus bersolek, menjelma sebagai kota metropolitan di Sumatera. Namun, seperti kebanyakan metropolis pada umumnya, pesatnya pembangunan infrastruktur selalu meninggalkan jejak pincang pemerataan. Tidak jauh dari Jembatan Ampera yang melegenda, terdapat sebuah pemukiman bernama Kampung Sungai Pedado. Di kampung mungil berpenduduk sekitar 400 kepala keluarga ini, wajah lain Kota Palembang terkuak.

Berada di Kelurahan Keramasan, Kecamatan Kertapati, Kampung Sungai Pedado hanya berjarak sekitar 10 kilometer dari pusat Kota Palembang. Namun, tidak adanya fasilitas transportasi umum yang menjangkau wilayah ini, membuat Kampung Sungai Pedado cenderung terisolir. Hanya dua akses yang dapat dijadikan opsi untuk menjangkau Kampung Sungai Pedado: menyusuri jalan beton penuh lubang menggunakan kendaraan pribadi atau menumpang biduk-biduk warga yang baru dapat beroperasi ketika air sungai pasang.

Sekat kesenjangan paling mendasar dari masyarakat Kampung Sungai Pedado adalah akses pendidikan. Untuk diketahui, rata-rata tingkat pendidikan warga Kampung Sungai Pedado hanya sebatas Sekolah Menengah Pertama (SMP). Bagaimana tidak? Di Kampung Sungai Pedado hanya ada satu Sekolah Dasar (SD). Sementara untuk melanjutkan ke jenjang menengah, warga harus menempuh perjalanan selama 20 menit sampai ke pusat kecamatan. Mereka berangkat pagi benar menggunakan perahu mesin untuk menyusuri sungai yang membelah perkampungan.

Imbas dari tingkat pendidikan yang rendah semakin mempersempit ruang profesi. Walhasil, mata pencaharian masyarakat Kampung Sungai Pedado pun hanya terbatas pada keterampilan pertanian dan perikanan tradisional skala kecil. Hidup di kawasan kota besar dengan pendidikan dan keahlian yang terbatas menjadikan warga Sungai Pedado semakin terpinggirkan. Mereka yang tersisih itu terpaksa tinggal di pesisir bengawan, mendirikan rumah-rumah panggung dan dikepung oleh sistem sanitasi yang jauh dari kata ideal.

Anak-anak berada di atas perahu di bibir Sungai Musi.

Literasi Sebagai Air Jernih Kehidupan

Melihat potret kehidupan masyarakat Kampung Sungai Pedado, sekelompok pemuda yang dimotori oleh Evan Saputra (28) berinisiatif untuk menggagas berdirinya sebuah kelompok belajar dengan jenama Rumah Belajar Ceria (RBC). Mereka para pejuang literasi tersebut adalah Amirul Wahid, Erwin Tarzani, Ratna Mahardika, Ismi Yuliana, Tria Gustiningsih, Melta Triwesah dan Damayanti Pratiwi.

“Kami prihatin melihat kondisi Kampung Sungai Pedado yang selalu menjadi anak tiri pembangunan, saat itu yang terlintas di kepala kami adalah bagaimana mengubah kesadaran literasi lebih dulu, karena ketika masyarakat sudah terbuka wawasannya, mereka akan lebih mudah untuk menerima inovasi demi kehidupan lebih baik,” katanya. Evan yang menyelesaikan studi di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) ini menceritakan, embrio RBC tercetus pada awal tahun 2014. Evan dan delapan pendiri itu membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk masuk ke dalam lingkungan sosial Kampung Sungai Pedado. Bukan hal yang mudah untuk memberikan kesadaran kepada masyarakat yang selama ini terbelakang dalam paradigma pendidikan.

Karena ketika masyarakat sudah terbuka wawasannya, mereka akan lebih mudah untuk menerima inovasi demi kehidupan lebih baik.

Baca juga: Dari Sumba, Melalui Taman Baca, Melawan Perdagangan Manusia

Namun berkat proses yang panjang, RBC yang mereka gagas akhirnya resmi berdiri pada Maret 2014. Berbekal sebuah pondok milik masjid kampung yang hampir roboh, Evan dan kawan-kawan mulai membanjiri pesisir Sungai Musi yang selama ini tak tersentuh dengan budaya literasi. “Tanpa diduga, antusiasme masyarakat sangat positif, semakin hari semakin banyak anak-anak yang datang ke pondok RBC. Saat ini kami mendata sudah ada 150 anak yang bergabung bersama RBC,” ujarnya.

Antusiasme anak-anak di atas perahu mengikuti pembelajaran. Sumber foto

Melalui publikasi di media sosial, komunitas RBC mendapat perhatian dari beragam kalangan. Satu persatu relawan menawarkan diri untuk bergabung. Bahkan sejak saat itu, banyak filantropis lokal yang tergerak mendonasikan dana dan buku kepada RBC. “Empat tahun berjalan, kini sudah ada 100 relawan yang bergerak bersama kami. Anak-anak sudah tidak takut lagi belajar di dalam pondokan yang bisa roboh sewaktu-waktu. Sebab, berkat bantuan banyak pihak, RBC sudah memiliki gedung permanen yang berdiri di atas tanah wakaf tak jauh dari pondok yang lama,” tuturnya.

Banjir Literasi di Sungai Musi

Evan menjelaskan, “ceria” yang menjadi tajuk rumah belajar di Kampung Sungai Pedado merupakan akronim dari “cerdas ilmunya cerdas akhlaknya”. Untuk mewujudkan cita-cita itu, para relawan mengonsep sejumlah program, di mana basis pendidikan karakter menjadi dasarnya. Kegiatan rutin setiap pekan yang dilakukan untuk anak-anak binaan antara lain Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) serta bimbingan belajar SD hingga SMP. Relawan RBC dalam hal ini menggandeng sejumlah pihak yang berkompeten di bidang akademis, salah satunya Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang.

“Untuk PAUD rutin digelar selama empat hari dalam seminggu, sedangkan bimbingan belajar dasar dan menengah setiap hari Minggu,” katanya. Tidak hanya itu, lanjut Evan, RBC juga memiliki berbagai program unggulan guna meningkatkan kualitas hidup masyarakat Kampung Sungai Pedadi, di antaranya: program kakak asuh, program laboratorium komputer kampung, program kesehatan lingkungan dan program ekonomi kreatif. Program kakak asuh sendiri telah berjalan selama tiga tahun terakhir. Mereka yang menjadi sasaran program adalah siswa-siswi Kampung Sungai Pedado yang memiliki prestasi akademik namun kurang beruntung karena berasal dari keluarga prasejahtera.

Anak yang berusaha mengeja huruf. Sumber foto

“Sampai sejauh ini sudah ada lima anak yang mengikuti program kakak asuh yakni Sahrul, Wahid, Ida, Dwi, dan David. RBC memfasilitasi mereka untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan menengah hingga perguruna tinggi,” katanya. Demi menjawab tantangan digital, RBC juga merilis program laboratorium komputer untuk warga kampung. Pada tahun ini, RBC telah memiliki sedikitnya 14 unit komputer yang dapat digunakan gratis oleh masyarakat untuk meningkatkan kemampuan literasi digital.

Bahkan untuk memperluas semangat membaca, RBC juga tengah menyiapkan satu unit perahu buku yang akan digunakan sebagai armada pustaka. Perahu buku ini merupakan buah kerja sama antara RBC dengan PT Pertamina. Para relawan akan berkeliling bukan hanya di Sungai Pedado namun di sepanjang pesisir Sungai Musi. “Perahu buku ini adalah upaya jemput bola, selain kegiatan pinjam-meminjam buku, di atas perahu itu nantinya akan ada kegiatan yang interaktif agar anak-anak pesisir semakin tertarik untuk terlibat di dalam RBC,” ungkapnya.

Baca juga: Inilah Komunitas dan Taman Baca yang Berhasil Menjadi Finalis GRCC 2018

Geliat Ekonomi Kreatif di Bibir Musi

Rendahnya tingkat pendidikan anak-anak di Kampung Sungai Pedado tidak dapat terlepas dari faktor ekonomi yang selama ini membelenggu orangtua mereka. Tak pelak, muncul anggapan jika mustahil dapat mengubah kesadaran literasi masyarakat tanpa menyentuh peningkatan kesejahteraan komunal. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, RBC menunjuk salah satu relawan, Fajar Aditya Emozha untuk fokus mendampingi masyarakat dalam pengembangan bidang ekonomi kreatif serta kewirausahaan. Selama dua tahun terakhir, tiga bidang usaha yang telah berjalan antara lain budidaya dan pengolahan jamur crispy, kerajinan kasur lihab khas Palembang, hingga pertanian hidroponik rumahan.

“Bidang usaha ini kami khususkan untuk keluarga prasejahtera dan janda yang banyak terdapat di Kampung Sungai Pedado,” katanya. Fajar menuturkan, ada sekitar 26 keluarga yang terlibat dalam usaha budidaya jamur tiram untuk diolah menjadi camilan jamur crispy. Produk jamur crispy diberi jenama ‘mac-mur’, dikemas dalam ukuran 100 gram dan dipasarkan dengan harga Rp15.000.

“Sementara 10 keluarga lainnya, kata Fajar, saat ini tengah didampingi untuk mengembangkan produk kerajinan kasur lihab khas Palembang. Kami membantu warga untuk memasarkan produk mereka dengan cara onlineĀ di media sosial,” jelasnya. Lebih dari 25 persen keluarga di Kampung Sungai Pedado merupakan janda yang tidak memiliki pekerjaan tetap. Untuk menanggulangi kerawanan finansial itu, Fajar dan sejumlah relawan memberdayakan 40 dari 56 janda di sana untuk memulai budidaya tanaman sayur organik menggunakan teknik hidroponik.

Kontak Rumah Belajar Ceria:

Nomor Telepon: 087884972450 (Irul)/085758168916 (Melta)

Instagram: @rbceria

Facebook: Rumah Belajar Ceria

Leave your vote

0 points
Upvote Downvote

Total votes: 0

Upvotes: 0

Upvotes percentage: 0.000000%

Downvotes: 0

Downvotes percentage: 0.000000%

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*
*

Hey there!

Sign in

Forgot password?

Don't have an account? Register

Close
of

Processing files…