Tulisan berikut diterjemahkan dari situs Psychology Today dengan judul asli “How Positive Childhood Experiences Build Resilience“.
Tulisan tersebut merupakan hasil penelitian dari Carolyn Roy-Bornstein M.D., seorang dokter pediatri (cabang ilmu kedokteran yang berkonsentrasi pada pencegahan, diagnosis, pengobatan dan penanganan seluruh jenis penyakit).
Ia telah banyak menyumbang tulisan di berbagai media massa seperti New York Times, The Boston Globe, the Journal of the American Medical Association, dan banyak lagi.
Studi terbaru menunjukkan bahwa pengalaman positif di masa kecil berdampak pada hubungan masa dewasa.
Masa kecil yang buruk telah lama diketahui akan memiliki efek berbahaya di masa depan. Mentor yang membimbing saya di University of Massachusetts Medical School, Jack Shonkoff, ialah salah seorang yang punya gagasan bahwa stres beracun (toxic stress) yang diderita seseorang di fase awal kehidupan akan berdampak jauh hingga ke masa depan.
Dalam Studi Pengalaman Buruk Masa Kecil, pengalaman seperti memberi pernyataan yang menyinggung dan kekerasan domestik akibat dari gangguan mental si orang tua sangat berhubungan pada peningkatan risiko tidak hanya depresi dan kecenderungan bunuh diri, melainkan juga penyakit fisik seperti gangguan jantung dan kanker.
Kini, studi terbaru dari Universitas John Hopkins yang diterbitkan pada September di JAMA Pediatrics menunjukkan bahwa hubungan positif di masa kecil dapat mengurangi efek yang lebih berbahaya dikarenakan pengalaman negatif di masa kanak-kanak.
Baca juga: Saat Sakit, Orang yang Kurang Tidur Akan Merasa Lebih Sakit. Mengapa?
Dalam sebuah survey telepon, orang-orang dewasa Wisconsin ditanya mengenai seberapa dapat mereka berbicara soal perasaan dengan anggota keluarga mereka semasa kecil, apakah mereka punya seseorang yang dekat yang akan mendengar mereka ketika mereka sedang tidak baik-baik saja, apakah mereka juga berpartisipasi dalam komunitas, punya hubungan baik di sekolah dengan teman-teman, merasa aman dan dilindungi oleh orang dewasa di rumah, dan punya orang dewasa yang selalu tertarik atas apa yang mereka lakukan.
Para peneliti menemukan bahwa orang yang punya banyak jumlah hubungan atau pengalaman masa kecil positif, mempunyai tingkat depresi atau kecenderungan gangguan mental paling rendah. Asosiasi ini juga berlaku pada orang dewasa yang memiliki beberapa pengalaman buruk di masa kecil yang dibicarakan dalam studi ACE.
Apa yang membuat saya terpukul mengenai studi ini adalah betapa luas dan beragamnya hubungan yang ditemukan dapat berdampak positif di masa dewasa. Hubungan keluarga tentu sangat berdampak. Namun juga, teman sebaya, komunitas maupun teman sekolah, dan beberapa hubungan orang dewasa lainnya yang masih terlibat juga berdampak.
Ini menunjukkan adanya sesuatu yang telah lama saya anjurkan pada pasien-pasienku. Kadang saya katakan pada para orang tua, “Semakin orang dewasa memberi perhatian pada kehidupan anak, semakin baik.”
Baca juga: WHO Mengeluarkan Kebijakan Baru Soal Volume Musik di Ponsel
Saya bertanya kepada pasien remaja saya apakah mereka memiliki orang dewasa yang peduli dan dapat menjadi pendengar curhatannya. Jika mereka kesulitan menyebutkan beberapa nama, saya akan memberi mereka kartu nama atau nomor telepon, dan saya akan berkata, “Aku ada untukmu.”
Sebagai orang tua pembimbing pula, saya menemukan harapan baik dalam pekerjaan ini. Saya tak bisa menghapus trauma yang pernah terjadi pada anak bimbing saya sebelum mereka datang padaku.
Namun dengan mengadakan makan malam keluarga, dengan menanyakan hari-harinya, dengan menghadirkan mereka di sekolah, di pengadilan, saya tahu bahwa saya bukan hanya menjadi orang tua pengasuh. Saya juga membantu membangun ketahanan mereka untuk masa depan, apapun yang nanti akan mereka dihadapi.
