Kebersamaan di Pagi Hari

 

Kebersamaan Di Pagi Hari Menjelang Perjalanan Hari Ketujuh

 

Minggu, 25 November 2018. Selamat Hari Guru dari Tim Jalan Kaki 305,65 Km yang semalam tidur nyenyak. Bak durian runtuh, Bupati Tapanuli Utara memberikan kami hadiah menginap di hotel daerah Muara. Pagi ini kami masih menyaksikan kerinduan keluarga Togu yang tersampaikan. Istri Togu, Chrissanty beserta Nous, Bumi, dan Langit masih terlihat lengket di dekat pahlawan mereka.
Tidur kami pulas nyaris tanpa terbangun sedikitpun. Kasur hotel terasa enggan melepas jeratnya pada tubuh kami. Enam hari sudah kami terbaring di tempat seadanya. Kalaupun bukan karena alarm di ponsel pintar kami, kiranya kami masih terlelap. Ah, rasanya kami ingin mengucapkan terima kasih secara langsung kepada Bupati Tapanuli Utara.
Sinar matahari sudah memenuhi kamar kami, saat sayup keramaian terdengar di kamar 105 tempat Togu tidur. Ternyata sudah banyak anggota tim yang berkumpul disana bersama keluarga Togu. Kami berdiskusi tentang rencana hari ini. Sesekali kami terkikik karena candaan.
Baca Juga

Menjaga Mimpi Anak-Anak Danau Toba, Kisah Togu Jalan Kaki 305.65 Kilometer ; Hari Pertama

Perjalanan Bersama Anak-Anak

Jarum jam menunjukkan pukul 07.15 saat kami sudah bersiap mengantarkan Togu dan Biston. Foto bersama tim Jalan Kaki 305,65 Km kali ini lebih spesial karena didampingi keluarga Togu.
“Hari Ketujuh, Tetap Semangat Bang Togu!” Teriak tim kami seperti hari-hari sebelumnya.
Kami tidak heran jika Nous, Bumi dan Langit ingin mendampingi ayahnya berjalan lagi hari ini.
Mereka bertiga pun membuntuti ayahnya berjalan.
Rute hari ini sangat menantang. Dari Kota Muara, Kabupaten Tapanuli Utara, kami akan menuju Kota Balige, Kabupaten Toba Samosir. Hampir setengah jarak target harian adalah tanjakan. Energi dan stamina ekstra sangat diperlukan.
Anak-anak Togu Mengikuti Aksi Jalan Kaki yang Dilakukan oleh Ayah Mereka

Langkah Togu dan Biston yang sudah berat, terasa kembali ringan saat para malaikat kecil menyertai mereka. Beta (sapaan akrab anak bungsu Togu) dengan setia mengaitkan tangannya pada sang ayah. Nous, Bumi dan Biston berjalan beriringan dibelakang mereka.

Sejam kemudian, ponsel milik Kak Santy berdering. Togu meneleponnya.
“Panjang umur! baru saja kita ngomongin anak-anak, ini bapaknya sudah menelepon.” Ucap Kak Santy.
Sebagian tim yang saat itu masih sarapan sempat terkejut, takut terjadi sesuatu pada mereka. Rupanya, Togu hanya menginformasikan bahwa cuaca sudah panas dan kami diminta segera bergegas menjemput anak-anak.
Kami lekas mengejar posisi Bang Togu yang sudah berjalan sejauh 6 Km. Ketiga anaknya sudah berada di atas motor roda tiga yang membawa logistik. Nous si sulung tampak sudah lapar dan langsung melahap sarapan yang sudah kami bawa. Bumi dan Langit terlihat masih ceria.

Baca Juga :

Partisipasi dan Dukungan Warga, Kisah Togu Jalan Kaki 305.65 Kilometer ; Hari Kedua

Langkah yang Sempat Terhenti, Kisah Togu Jalan Kaki 305,65 Km; Hari Ketiga

 

Tanjakan 18 Km yang Menantang

Rute Tanjakan yang Dilalui oleh Togu dan Biston
Tatkala tim kami ikut berjalan, tanjakan dan tikungan tajam terbentang sepanjang jalur. Napas sudah tentu harus kami atur. Setidaknya pasokan oksigen mudah didapatkan dari pohon-pohon rindang sekitar.
Di kilometer 9, Togu dan Biston memutuskan untuk rehat sembari sarapan. Kami memilih berhenti di bukit panatapan. Disana, tim dan keluarga Togu sudah menunggu. Bentangan danau dan bukit hijau menjadi pemandangan kami. Kami rasa tidak ada yang mau melewatkan panorama indah disana.
“Wow, indah kali view dari Panatapan ini.” Kata Togu sesampainya di lokasi.
Pemandangan Dari Bukit Panatapan Tempat Kami Beristirahat Di Kilometer 9
Anak-anak dan keluarga memang bak pengisi daya bagi Togu. Kami juga memutar musik untuk menyempurnakan suasana. Kelakuan Beta yang menggemaskan menyita perhatian kami.
Selang 40 menit beristirahat, kami berkemas.

Huta Ginjang yang Menawan

Pemberhentian selanjutnya adalah Huta Ginjang. Salah satu titik tertinggi di kawasan Toba. Jalan tanjakkan masih setia menemani kami. Cuaca yang menggelap disusul rintik air sudah menjadi makanan kami sehari-hari. Perlahan tapi pasti, tim kami sampai di tempat wisata itu. Geosite Huta Ginjang terkenal dengan perubahan cuacanya yang begitu cepat.
Benar saja, selama 2 jam kami disana hujan, kabut, dan terik matahari berganti dengan cepat.
Landmark Huta Ginjang yang Terletak di Muara Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara
Huta Ginjang dibangun sejak 2011, namun baru diresmikan selama beberapa tahun belakangan. Tempat ini digunakan sebagai titik start paralayang yang cukup terkenal di Toba. Disana terdapat fasilitas seperti toilet umum, ruang untuk para penjual, menara pandang, balai istirahat, dan kantor pengelola. Angin disana cukup kencang, memudahkan kabut untuk berlalu-lalang.
Saat menikmati maha karya Tuhan yang tersedia dihadapan kami. Tiba-tiba, datang segerombolan orang memakai baju hitam. Mereka membawa koper-koper perak bak berisi senjata seperti di film. Mereka bergerak dengan cepat. Di atas gundukan bukit tertinggi Huta Ginjang, mereka menggelar meja lipat. Koper-koper itu mulai dibuka. Namun sedetik kemudian hujan deras mengguyur.
Baca Juga :

Kembalinya Energi Togu, Kisah Togu Jalan Kaki 305,65 Km ; Hari Keempat

Kejutan Tim Berseragam Hitam

Mereka meneduh di balai kayu berukuran 7×4 meter. Kami sempat mengira bahwa mereka adalah kru film. Namun, semua perkiraan kami terbantahkan saat Bang Togu dan kawan-kawan Alusi menyapa mereka dengan hangat.
“Horas Abangku!”
Mereka bersalaman dan silih berganti merangkul pundak. Tim kami pun mengikuti.
Adalah bang Gani Silaban (42), seorang petani dan peracik kopi asal Desa Nagasaribu yang sudah mendunia. Gani merupakan ketua dari Koperasi Serba Usaha Petani Organik Mandiri (KSU POM) Humbang Cooperative. Produk kopi unggulannya adalah Sumatera Lintong Coffee.
Gani datang bersama rombongan baristanya yang berseragam kaos. Mereka langsung sibuk menyeduh kopi untuk seluruh tim. Di sisi lain, Togu masih terbaring di lantai kayu untuk beristirahat. Sekitar 15 menit kemudian, kopi panas yang nikmat sudah tersedia untuk kami.
Seremoni sederhana sengaja dilakukan untuk menyambut Togu.
“Kami sudah dengar kisah jalan Kaki 305,65 Km yang dilakukan (oleh) Lae Togu dan mereka akan melewati kabupaten kami. Karena itu, kami harus kejar mereka. Kami mau berikan sesuatu sebagai sebuah penghargaan untuk pahlawan kita.” ungkap Gani.
Baca Juga :

Hangatnya Sambutan Kota Dingin, Kisah Togu Jalan Kaki 305,65 Km; Hari Kelima

Kesempatan Ketiga dari Teko Spesial

Kami merasa terharu atas kata-kata yang disampaikan oleh Abang Gani. Tidak hanya itu, Gani juga menjelaskan bahwa ia membawa teko spesial. Teko yang khusus dibuatkan pengrajin asli tanah batak ini baru dua kali digunakan. Pertama, dibuat khusus ketika Gani diundang Presiden pada festival kopi pertengahan tahun ini. Selanjutnya, baru ia gunakan lagi untuk menjamu Dubes Amerika Serikat saat berkunjung ke Kabupaten Humbang Hasundutan.
Togu merupakan orang ketiga yang diberikan kesempatan untuk mencicipi racikan kopi dari teko tersebut. Tampak raut muka haru dari wajah Togu yang sudah memerah terbakar matahari.
“Lae ku, ini persembahan spesial untuk pahlawan yang sudah mau berjuang bagi pendidikan anak-anak kami. Kopi spesial dari teko yang baru dua kali ku gunakan. Mudah-mudahan lae ku mau menerimanya.” pinta Gani dengan tulus.
Gerimis bercampur tiupan angin mengiringi prosesi ini. Gemericik tuangan kopi terdengar lirih mengisi cangkir yang sudah dipegang oleh Togu sebelumnya. Sebuah momen sederhana yang menyentuh hati.
Bang Gani, Togu, Kak Santy, dan Bang Biston Mengabadikan Momen Spesial Setelah Mendapatkan Seduhan Kopi dari Teko Spesial

Berikutnya, Togu memanggil Biston dan Kak Santy untuk bergabung. Merekapun mengabadikan momen ini. Seremoni masih terus berlanjut hingga satu jam berikutnya. Setelah hujan reda, kami berfoto bersama di sisi berlatar pemandangan terbaik.

Tim Jalan Kaki 305,65 Km dan Lintong Coffee

Menuju Makam Leluhur

Jarum jam sudah menunjukkan pukul 14.00 WIB saat Togu dan Biston melanjutkan perjalanan. Sebagian tim kami masih tinggal disana untuk menunggu Kak Moniq Hutasoit mengantar makan siang. Rasa syukur kembali kami ucapkan atas kebaikan kawan maupun sanak famili yang telah mendukung aksi ini.
Cuaca gerimis mengiringi kepergian kami dari Huta Ginjang. Sebagian tim mengejar ketertinggalan jarak dengan langkah Togu.
Sekitar pukul 16.30 WIB kami semua tiba di perbatasan Kabupaten Tapanuli Utara dan Tobas Samosir. Togu kembali tergeletak sebelum memasuki gapura selamat datang.
Rehat Sejenak Di Kilometer 27 Sebelum Memasuki Kabupaten Toba Samosir
“Sudah di kilometer 22,7. Kakiku perlu diistirahatkaan sejenak.” pinta Togu sembari meringis karena pegal.
Seperti biasa, kami menunggu energi Togu dan Biston kembali terisi. Masih tersisa 17,3 Km lagi untuk mencapai target. Itu artinya, sekitar 3 jam lagi Togu baru akan mencapai target.
Tim kami diminta untuk terlebih dahulu sampai di Makam Raja Sisimangaraja XII, tempat kakek moyang Togu bersemayam. Disana kami masuk ke dalam komplek makam sembari menunggu Togu sampai. Kami menunggu bersama dengan istri, mertua, adik, dan ketiga anak Togu, sembari menyeruput teh hangat di warung remang. Tiga jam berlalu hingga pukul 19.15 WIB Togu tiba di Kota Balige dan berhasil menempuh jarak 43,2 Km.

Hari Esok yang Menentukan

“Hari ini tanjakannya sadis!” kata Togu ketika kami tanyai tentang perjalanan hari ketujuh.
Togu dan Biston berhasil mengumpulkan jarak sejauh 272,4 Km selama 7 hari ini. Artinya, pada hari terakhir besok, perjalanan kami tersisa 33.250 meter lagi untuk mencapai target 305,65 Km. Malam ini kami menginap di sebuah kedai kopi sekaligus tempat oleh-oleh bernama Hello Toba. Tempat ini milik Bang Paul Binsar, salah satu relawan Alusi Tao Toba yang kini telah sukses membuat kedai sendiri.
Cuaca di Kota Balige adalah yang paling hangat dibandingkan lokasi bermalam kami sebelumnya. Keluarga Togu sepanjang hari ini terus menyertai perjalanan ini. Kami masih bisa menikmati kebersamaan hingga pukul 20.00 WIB. Setelah menyantap makan malam, kami pun berpisah.
Perjuangan Togu dan tim tersisa satu hari lagi. Hari esok adalah penentuan tercapai tidaknya target kami. Pantai Bebas di Parapat akan menjadi saksi pencapaian sejarah baru seorang Togu Simorangkir. Meskipun cedera kaki Togu sudah semakin berpengaruh pada kecepatannya berjalan kaki, tapi doa dan semangat untuknya selalu terpelihara.
Literasinusantara.com akan terus berkomitmen untuk mendukung kegiatan inspiratif dari seluruh komunitas dan taman baca di Indonesia, guna menyebarkan virus-virus literasi di wilayah mereka.
Liputan Jalan Kaki 305,65 Km ini merupakan rangkaian #JelajahLiterasi. Program ini merupakan kolaborasi antara www.literasinusantara.com dan kompas.com. Kami mengunjungi sekaligus ingin menularkan semangat juang dari komunitas dan taman baca diseluruh pelosok negeri.

Baca Kisah Hari Sebelumnya :

Momen Melepas Rindu, Kisah Togu Jalan Kaki 305,65 Km ; Hari Keenam

Leave your vote

0 points
Upvote Downvote

Total votes: 0

Upvotes: 0

Upvotes percentage: 0.000000%

Downvotes: 0

Downvotes percentage: 0.000000%

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*
*

Hey there!

Sign in

Forgot password?

Don't have an account? Register

Close
of

Processing files…